Jakarta, VIVA – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Rossa Purbo Bekti menyatakan bahwa mantan Ketua KPK Firli Bahuri mengumumkan kasus suap pergantian antar waktu (PAW) DRP 2019-2024 ke publik secara sepihak. KPK buka suara menyoal pernyataan dari Rossa Purbo dalam persidangan kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan, dengan terdakwa Hasto Kristiyanto.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan bahwa lembaga antirasuah melalui jaksa penuntut umum (JPU) saat ini tengah berupaya mencari pembuktian yang kuat dalam persidangan Hasto Kristiyanto.
"JPU akan mencermati setiap keterangan yang disampaikan para saksi di persidangan," ujar Budi Prasetyo kepada wartawan, Minggu 11 Mei 2025.
Tim Jubir KPK Budi Prasetyo
Photo :
- VIVA.co.id/Zendy Pradana
Budi menjelaskan bahwa setiap informasi yang terungkap dalam persidangan akan menjadi informasi tambahan dalam mengungkap dugaan perkara Hasto. Pasalnya, KPK melalui jaksa hanya ingin membuat terang perkara Hasto.
"Keterangan-keterangan tersebut tentu akan menjadi pengayaan informasi bagi JPU dalam proses persidangan perkara dugaan suap dan perintangan penyidikan dengan terdakwa Sdr. HK," ujar Budi.
Diwartakan sebelumnya, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, AKBP Rossa Purbo Bekti, mengatakan bahwa mantan Ketua KPK Firli Bahuri sempat mengumumkan adanya operasi tangkap tangan atau OTT ketika Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto belum berhasil ditangkap kasus dugaan suap PAW DPR RI kepada eks Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan, pada 2020 lalu.
Hal itu diungkapkan langsung oleh Rossa Purbo ketika dia menjadi salah satu saksi dalam kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan PAW anggota DPR RI dengan terdakwa Hasto Kristiyanto. Sidang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat, 9 Mei 2025.
Bermula ketika Rossa menceritakan dia mengejar Hasto dan Harun Masiku, ke Sekolah Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
"Pada saat itu juga apakah saudara juga mengikuti cek posisi HP milik terdakwa juga?," kata jaksa di ruang sidang.
"Betul kami diberikan panduan oleh posko tentang posisi-posisi yang bersangkutan. Jadi pada saat itu kami start melakukan pengejaran terhadap terdakwa itu setelah beberapa pihak kita amankan dan kita ambil keterangan sekitar setelah salat Ashar atau jam 15 lebih, kami bergerak untuk melakukan pengamanan terhadap saudara terdakwa," kata Rossa.
Rossa menceritakan pengejaran tersebut. Dia menyebutkan, ketika menyadap dan melakukan pengejaran, terdeteksi hanya ada beberapa lokasi yang dilalui Hasto.
Hingga kemudian berakhir di PTIK. Kemudian setelah itu, Rossa menyebutkan ada proses pengejaran titik dari penyadapan terhenti.
"Kalau kita lihat di tanggal 8 itu cuma ada beberapa posisi. Apakah selain di jam itu sebetulnya apakah kenapa tidak muncul data posisinya?," tanya jaksa.
"Di A Pos 0-0. Artinya tidak aktif," jawab Rossa.
Kemudian, Rossa bersama penyidik yang melakukan pengejaran Hasto bertemu dengan penyidik yang mengejar Harun Masiku di PTIK.
Namun, usut punya usut, ketika tim penyidik masih dalam proses mengejar Hasto dan Harun usai adanya operasi senyap, Firli Bahuri yang saat itu menjabat Ketua KPK mengumumkan lembaga antirasuah telah melakukan operasi senyap kepada publik.
"Jadi yang ter-record hanya di jam 13.11, 15.06, kemudian 16.12 dan 16.26. setelah itu tidak aktif?," kata jaksa.
"Iya. Pada saat itu, kami dapat kabar melalui posko bahwa secara sepihak pimpinan KPK, Firli mengumumkan terkait adanya OTT. Itu kami ketahui dari posko, dari kasatgas kami dan itu di share juga dalam grup, kami juga mempertanyakan pada saat itu, sedangkan posisi pihak-pihak ini belum bisa diamankan, kenapa sudah diinformasikan ke media, atau dirilis informasi terkait adanya OTT," ujar Rossa.
Dalam perkara dugaan suap, Hasto didakwa bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah; mantan terpidana kasus Harun Masiku, Saeful Bahri; dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 dolar Singapura atau setara Rp 600 juta kepada Wahyu pada rentang waktu 2019-2020.
Uang diduga diberikan dengan tujuan agar Wahyu mengupayakan KPU untuk menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) Calon Legislatif Terpilih Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) I atas nama Anggota DPR periode 2019-2024 Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.
Selain itu, Hasto turut didakwa menghalangi penyidikan dengan cara memerintahkan Harun, melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam milik Harun ke dalam air setelah kejadian tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan.
Tak hanya ponsel milik Harun Masiku, Hasto juga disebutkan memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK.
Dengan demikian, Hasto terancam pidana yang diatur dalam Pasal 21 dan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 Ayat (1) dan Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Halaman Selanjutnya
Hal itu diungkapkan langsung oleh Rossa Purbo ketika dia menjadi salah satu saksi dalam kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan PAW anggota DPR RI dengan terdakwa Hasto Kristiyanto. Sidang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat, 9 Mei 2025.