Jakarta, VIVA – Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) milik Otoritas Jasa Keuangan (OJK), belakangan ini menjadi sorotan. Sistem tersebut dinilai sebagian pihak sebagai penghambat masyarakat dalam memperoleh pembiayaan atau pengajuan kredit di bank.
Namun tudingan tersebut dibantah oleh ekonom, yang menjelaskan bahwa SLIK justru berfungsi sebagai alat bantu penting dalam menjaga kesehatan sistem perbankan.
Sebagaimana diketahui, SLIK OJK adalah sistem yang menyediakan informasi keuangan lengkap debitur (iDeb), yang seharusnya membantu perbankan dalam menilai kelayakan kredit calon nasabah. Hal tersebut juga dipaparkan Ekonom Senior Segara Research Institute, Piter Abdullah Redjalam, yang menyebut bahwa tudingan terhadap SLIK OJK tidak tepat.
“Ini ibaratnya kita mempersalahkan orang yang sesungguhnya sudah membantu kita!” ujarnya seperti dikutip dari siaran pers, Senin, 5 Mei 2025.
Piter mengungkapkan, SLIK memberikan informasi menyeluruh mengenai calon debitur agar proses pemberian kredit lebih cepat dan aman. Dia juga menambahkan, sistem ini justru mencegah terjadinya penyaluran kredit yang salah sasaran.
“Kita kan tidak ingin bank salah menyalurkan kredit, kita juga tidak mau terjadi kredit macet,” katanya.
Dia menekankan bahwa jika terjadi kredit macet dalam jumlah besar, maka yang dirugikan adalah masyarakat sendiri, karena dana di bank berasal dari masyarakat. “SLIK adalah alat bantu bagi bank untuk memastikan kredit diberikan kepada orang yang tepat dan tidak akan mengalami permasalahan kemacetan,” jelasnya.
Lebih lanjut, Piter menilai melambatnya penyaluran kredit saat ini lebih disebabkan oleh faktor makroekonomi global. “Fenomena melambatnya penyaluran kredit perbankan saat ini adalah sebuah kewajaran, yang terjadi disebabkan oleh kondisi makro perekonomian,” ujarnya.
Dia menyebutkan kebijakan moneter ketat oleh Bank Indonesia dengan suku bunga tinggi membuat likuiditas perbankan terbatas. Hal ini mendorong bank untuk menahan penyaluran kredit demi menjaga stabilitas internal.
“Jadi bukan SLIK OJK yang menjadi penghambat penyaluran kredit perbankan. SLIK OJK adalah alat bantu bagi bank, jangan kita salahkan!” tegasnya.
Dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR RI bersama Anggota Dewan Komisioner OJK pada 28 April 2025, Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun turut menegaskan bahwa data di SLIK bukan satu-satunya acuan penolakan kredit.
“Masyarakat harus mendapat informasi yang benar bahwa pencairan kredit perbankan tidak semata-mata karena data SLIK,” kata Misbakhun.
Dia juga meluruskan isu bahwa tunggakan pinjaman daring akan otomatis mempengaruhi catatan di SLIK. “Terkait fintech (pindar). Sudah dapat kejelasan bahwa gagal bayar di fintech lending itu tidak masuk ke SLIK,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menegaskan bahwa SLIK berisi seluruh catatan kolektibilitas kredit, mulai dari level satu hingga lima, dan bukan merupakan bentuk rekomendasi penerimaan atau penolakan kredit.
Laporan dari perbankan ke OJK menunjukkan bahwa hanya 1–3 persen dari total pengajuan kredit yang ditolak karena data SLIK. Ini menegaskan bahwa sistem ini bukan hambatan utama dalam penyaluran kredit.
Halaman Selanjutnya
Dia menekankan bahwa jika terjadi kredit macet dalam jumlah besar, maka yang dirugikan adalah masyarakat sendiri, karena dana di bank berasal dari masyarakat. “SLIK adalah alat bantu bagi bank untuk memastikan kredit diberikan kepada orang yang tepat dan tidak akan mengalami permasalahan kemacetan,” jelasnya.